Syarat – syarat evaluasi program :
a)
Berorientasi kepada
tujuan.
b)
Berorientasi kepada
criteria keberhasilan.
c)
Menyeluruh
(komprehensif), mencakup seluruh kegiatan dalam program dan penyelenggaraanya
dilaksanakan secara terpadu seluruh komponen program.
d)
Serasi dan
berkesinambungan.
e)
Menggunakan berbagai
sumber informasi dan teknik
Untuk dapat menjadi evaluator,
seseorang harus memnuhi persyaratan sebagai berikut :
- Mampu
melaksanakan, persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh evaluator
adalah bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi
program yang didukung oleh teori dan keterampilan prakatek.
- Cermat,
dapat melihat celah – celah dan detail dari program serta bagian program
yang akan dievaluasi.
- Objektif,
tidak mudah dipengaruh oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan
data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil keimpulan
sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus di ikuti.
- Sabar
dan tekun,agar di dalam melaksanakan tugas dimulaia membuat rancangan
kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrument, mengumpulkan
data, dan menyusun laporan, tidak
gegabah dan tergesa – gesa.
- Hati
– hati dan Bertanggung Jawab.yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan
penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat,
berani menanggung risiko atas segala kesalahannya.
Berdasarkan persyaratan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak
semua orang dapat menjadi evaluator. Sebuah Instrumen Evaluasi Hasil Belajar
Hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan
penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak
sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat
mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau tidak sesuainya hasil penilaian
dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang pintar dinilai tidak
mampu atau sebaliknya.
Jika terjadi demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan
instrumen yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan
instrumen.
Prinsip
– prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan evaluasi program :
a)
Pelaksanaan evaluasi
didasarkan atas tujuan tertentu.
b)
Evaluasi harus bersifat
obyektif.
c)
Evaluasi bersifat
komprehensif.
d)
Evaluasi dilaksanakan
secara kooperatif.
e)
Evaluasi hendaknya
dilaksanakan secara efisein.
Evaluasi harus dilaksankan secara berkesinambungan
Instrumen
Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara
lain
1. Validitas
2. Reliabilitas
3. Objectivitas
4. Pratikabilitas
5. Ekomonis
6. Taraf Kesukaran
7. Daya Pembeda
Validitas
Sebuah Instrumen
Evaluasi dikatakan baik manakala memiliki validitas yang tinggi. Yang dimaksud
Validitas disini adalah kemampuan instrumen tersebut mengukur apa yang
seharusnya diukur. Ada tiga Aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil
belajar yaitu Aspek Kognitif, Psikomotor dan Afektif.Tinggi Rendah nya
validitas instrumen dapat di hitung dengan uji validitas dan di nyatakan dengan
koefisien validitas.
Reliabilitas
Instrumen
dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala instrumen tersebut dapta
menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg. Keajegan/ketetapn disini tidak
diartikan selalu sama tetapi mengikuti perubahan secara ajeg. Jika keadaan
seseorang si upik berada lebih rendah dibandingkan orang lain misalnya si Badu,
maka jika dilakukan pengukuran ulang hasilnya si upik juga berada lebih rendah
terhadap si badu. Tinggi rendahnya reliabilitas ini dapat di hitung dengan uji
reliabilitias dan dinyatakan dengan koefisien reliabilitas.
Objectivitas
Instrumen
evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subyektifitas pribadi dari
si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh subyektifitas
yang tidak bisa dihindari hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman
tertama menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif.
Evaluasi harus
dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang berkali-kali
dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang keadaan Audience yang dinilai. Evaluasi yang diadakan secara on
the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang
obyektif tentang keadaan audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan
sangat mengganggu hasilnya.
Praktikabilitas
Sebuah intrumen
evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila bersifat
praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki ciri : Mudah dilaksanakan,
tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada
audience mengerjakan yang dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya
artinya dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk yang
jelas sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain.
Ekonomis
Pelaksanaan
evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal
tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
Taraf
Kesukaran
Instrumen yang
baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audience
mempertinggi usaha memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece
putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena diluar
jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini diberi simbul p
yang dinyatakan dengan “Proporsi”.
Daya
Pembeda
Daya pembeda
sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut membedakan antara audience
yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan audience yang tidak pandai
(berkemampuan rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan
dengan Index Diskriminasi.
Aspek dan Dimensi Evaluasi Program
Evaluasi model CIPP dapat
diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan
serta dalam berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi. Dalam
bidang pendidikan Stufflebeam (2003) menggolongkan sistem pendidikan atas empat
dimensi, yaitu context, input, process, dan product,
sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama CIPP model yang merupakan
singkatan ke empat dimensi tersebut.
Sudjana dan Ibrahim (2004:246)
menerjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna:
- Context,
situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan
strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan,
situasi ini merupakan faktor eksternal, seperti misalnya masalah
pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, dan pandangan hidup
masyarakat,
- Input,
sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai
tujuan pendidikan, komponen input meliputi siswa, guru, desain, saran, dan
fasilitas,
- Process,
pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/bahan di dalam kegiatan
nyata di lapangan, komponen proses meliputi kegiatan pembelajaran,
pembimbingan, dan pelatihan,
- Product,
hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem
pendidikan yang bersangkutan, komponen produk meliputi pengetahuan,
kemampuan, dan sikap (siswa dan lulusan).
Aspek yang dievaluasi dan prosedur
pelaksanaan evaluasi model CIPP menurut Stufflebeam dalam Oliva (1992:491)
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Aspek dan
Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Model CIPP
|
Context
Evaluation
|
Input
Evaluation
|
Process
Evaluation
|
Product
Evaluation
|
Obyek (sasaran)
|
Mendefinisikan operasional context,
mengidentifikasi dan memperkirakan kebutuhan dan mendiagnosa masalah,
memprediksi kebutuhan dan peluang
|
Mengidentifikasi dan memperkirakan
kapabilitas sistem, strategi input yang sekarang tersedia, dan mendesain
untuk implementasi strategi
|
Mengidentifikasi dan memperkirakan di
dalam proses, tentang kerusakan di dalam desain prosedur atau implementasi,
menyediakan informasi sebelum program diputuskan dan memperbaiki dokumen even
prosedural dan aktivitas
|
Menghubungkan informasi outcomes
dengan obyek dan informasi context, input, dan process
|
Metode
|
Mendeskripsikan context,
membandingkan dengan yang sebenarnya dan mengawasi input dan output,
membandingkan kemungkinan dan ketidakmungkinan sistem kerja, dan menganalisa
penyebab ketidakmungkinan dan ketidaksesuaian kenyataan dengan tujuan
(harapan)
|
Mendeskripsikan dan menganalisis SDM
dan sumber daya material yang tersedia, solusi strategis, dan desain prosedur
untuk relevansi, kemungkinan kegiatan yang dapat dilaksanakan, dan kebutuhan
ekonomi dalam rangkaian kegiatan
|
Memonitoring setiap aktivitas yang
berpotensi terdapat tantangan secara prosedural, dan memberikan tanda untuk
antisipasi, untuk memperoleh informasi yang spesifik untuk memutuskan suatu
program, dan mendeskripsikan proses yang aktual
|
Mendefinisikan operasional dan
mengukur kriteria asosiasi dengan obyektif dan membandingkan hasil pengukuran
dengan standar sebelum dilakukan antisipasi, dan menginterpretasi outcomes
berdasarkan dokumen informasi context, input, dan process
|
Hubungan pengambilan keputusan dengan
proses perubahan
|
Memutuskan dalam hal menyajikan
perangkat, tujuan asosiasi, dengan mendiskusikan kebutuhan dan peluang, dan
sasaran asosiasi untuk perubahan perencanaan kebutuhan
|
Memilih SDM sebagai pendukung, solusi
strategis, dan desain prosedural untuk perubahan struktur kerja (aktivitas)
|
Untuk implementasi dan memperbaiki
desain program dan prosedur untuk efektivitas proses kontrol
|
Untuk memutuskan dalam kegiatan secara
kontinu, menghentikan (mengakhiri), modifikasi, mengatur kembali fokus
perubahan aktivitas dengan tahapan materi yang lain dalam proses perubahan
untuk mengatur kembali aktivitas perubahan
|
Level pertama
(atau juga disebut sebagai Participant Reaction) adalah mengevaluasi
efektivitas training dengan cara menanyakan kepuasan dari para peserta mengenai
berbagai aspek pelatihan, misalnya kepuasan terhadap mutu materi, kualitas
instruktur atau pun mutu tempat akomodasi pelatihan. Jadi dalam level ini yang
jadi fokus pengukuran adalah kepuasan peserta pelatihan. Pengukuran semacam ini
sudah lazim dilakukan oleh setiap penyelnggaran pelatihan.
Selanjutnya,
dalam level kedua yang diukur adalah aspek pembelajaran para peserta - yakni
apakah pengetahuan para peserta menjadi kian bertambah setelah mengikuti
kegiatan training. Level kedua ini disebut juga sebagai level Learning.
Evaluasi level kedua ini umumnya dilakukan dengan cara memberikan pre- dan post-test
untuk menguji daya serap para peserta mengenai beragam materi yang telah
diajarkan dalam proses pelatihan.
Level ketiga evaluasi bersifat lebih vital karena ia mengukur apakah materi pelatihan yang diajarkan telah diaplikasikan oleh para peserta dalam pekerjaan sehari-harinya. Level ketiga ini disebut juga sebagai Behavior Application. Jadi disini, dilihat apakah materi training memang benar-benar dipraktekkan untuk merubah perilaku para peserta menuju perilaku unggul yang diharapkan. Tak banyak perusahaan yang melakukan kegiatan evaluasi pada level ini - padahal aspek ini merupakan elemen yang sangat penting. Pengukuran level ini biasanya dilakukan enam bulan hingga satu tahun setelah proses pelatihan; dan difokuskan untuk melihat sejauh materi training memberikan dampak positif bagi perubahan perilaku dan peningkatan kinerja para peserta pelatihan.
Level ketiga evaluasi bersifat lebih vital karena ia mengukur apakah materi pelatihan yang diajarkan telah diaplikasikan oleh para peserta dalam pekerjaan sehari-harinya. Level ketiga ini disebut juga sebagai Behavior Application. Jadi disini, dilihat apakah materi training memang benar-benar dipraktekkan untuk merubah perilaku para peserta menuju perilaku unggul yang diharapkan. Tak banyak perusahaan yang melakukan kegiatan evaluasi pada level ini - padahal aspek ini merupakan elemen yang sangat penting. Pengukuran level ini biasanya dilakukan enam bulan hingga satu tahun setelah proses pelatihan; dan difokuskan untuk melihat sejauh materi training memberikan dampak positif bagi perubahan perilaku dan peningkatan kinerja para peserta pelatihan.
Level pengukuran
terakhir dari proses evaluasi training adalah mengukur apakah kegiatan training
yang telah dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi kinerja perusahaan
atau unit bisnis dimana para peserta bekerja. Level ini disebut juga sebagai
Business Impact. Secara spesifik, fokus dari pengukuran pada level ini adalah
melihat sejauh mana kontribusi kegiatan pelatihan terhadap kinerja bisnis. Misal,
apakah setelah dilakukan training mengenai selling skills, terdapat peningkatan
volume penjualan atau tidak. Atau juga setelah dilakukan training mengenai
Quality Management, apakah terdapat penurunan yang signifikan terhadap jumlah
produk cacat atau tidak.
Para pengelola
training semestinya selalu melakukan evaluasi atas kegiatan training yang telah
mereka selenggarakan - baik pada level 1 dan 2, dan juga yang lebih penting
pengukuran pada level 3 dan 4. Sebab hanya dengan itulah, kita bisa yakin
apakah anggaran training yang telah diinvestasikan benar-benar memberi value
bagi kemajuan perusahaan.
Kesalahan – Kesalahan dalam Evaluasi Program
Apa yang
dipermaslahkan dalam suatu kegiatan evaluasi program bisanya perlu dijelaskan
terlebih dahulu dalam laporan evaluasi. Ini wajar dan dapat dimengerti sebab
setiap evaluasi adalah untuk menjawab suatu permasalahan. Adanya kegiatan
evaluasi dikarenakan adanya suatu masalah yang ingin dipecahkan melalui
evaluasi yang dilaporkan itu.
Segi – segi
mengenai masalah evaluasi bisa mencangkup beberapa hal, seperti bagaimana
rumusan masalahnya, latar belakang mengenai masalha tersebut dipilaih untuk di
evaluasi, apa tujuan yang ingin dicapai dengan mengevaluasi masalah tersebut,
dan tujuan teori/ atau kepustakaan/ hasil – hasil evaluasi sebelumnya yang
berkaitan dengan evaluasi tersebut.
Dalam laporan
evaluasi kajian mengenai teori / kepustakaan / hasil – hasil evaluasi
sebelumnya tidak dimaksudkan untuk merumuskan hipotesis. Hal ini dilakukan
untuk menentukan asumsi – asumsi yang digunakan, ruang lingkup,evaluasi, dan
batasan – batasan istilah / konsep yang digunakan. Dalam laporan evaluasi pun
perlu disertai penjelasan tentang letak ( site ) tempat evaluasi
diselenggarakan.
1 CoMmenT:
Terimakasih pencerahannya, ini penting bagi pelaksana program apapun jenisnya. Apakah ada contoh laporan evaluasi yang baik, bisakah dishare? Terimakasih sebelumnya.
Posting Komentar