#QieQuote

"One of the most important keys to success is having the discipline to do what you know you should do, even when you dont feel like doing it."

Kamis, November 21, 2013

Syarat - Syarat Evaluasi Program

Syarat – syarat evaluasi program :
a)      Berorientasi kepada tujuan.
b)      Berorientasi kepada criteria keberhasilan.
c)      Menyeluruh (komprehensif), mencakup seluruh kegiatan dalam program dan penyelenggaraanya dilaksanakan secara terpadu seluruh komponen program.
d)     Serasi dan berkesinambungan.
e)      Menggunakan berbagai sumber informasi dan teknik

Untuk dapat menjadi evaluator, seseorang harus memnuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. Mampu melaksanakan, persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh evaluator adalah bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi program yang didukung oleh teori dan keterampilan prakatek.
  2. Cermat, dapat melihat celah – celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dievaluasi.
  3. Objektif, tidak mudah dipengaruh oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil keimpulan sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus di ikuti.
  4. Sabar dan tekun,agar di dalam melaksanakan tugas dimulaia membuat rancangan kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrument, mengumpulkan data, dan menyusun laporan, tidak  gegabah dan tergesa – gesa.
  5. Hati – hati dan Bertanggung Jawab.yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani menanggung risiko atas segala kesalahannya.

Berdasarkan persyaratan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua orang dapat menjadi evaluator. Sebuah Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau tidak sesuainya hasil penilaian dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang pintar dinilai tidak mampu atau sebaliknya.
Jika terjadi demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen.
Prinsip – prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan evaluasi program :
a)      Pelaksanaan evaluasi didasarkan atas tujuan tertentu.
b)      Evaluasi harus bersifat obyektif.
c)      Evaluasi bersifat komprehensif.
d)     Evaluasi dilaksanakan secara kooperatif.
e)      Evaluasi hendaknya dilaksanakan secara efisein.
Evaluasi harus dilaksankan secara berkesinambungan

Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain
1. Validitas
2. Reliabilitas
3. Objectivitas
4. Pratikabilitas
5. Ekomonis
6. Taraf  Kesukaran
7. Daya Pembeda
Validitas
Sebuah Instrumen Evaluasi dikatakan baik manakala memiliki validitas yang tinggi. Yang dimaksud Validitas disini adalah kemampuan instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Ada tiga Aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil belajar yaitu Aspek Kognitif, Psikomotor dan Afektif.Tinggi Rendah nya validitas instrumen dapat di hitung dengan uji validitas dan di nyatakan dengan koefisien validitas.
Reliabilitas
Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala instrumen tersebut dapta menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg. Keajegan/ketetapn disini tidak diartikan selalu sama tetapi mengikuti perubahan secara ajeg. Jika keadaan seseorang si upik berada lebih rendah dibandingkan orang lain misalnya si Badu, maka jika dilakukan pengukuran ulang hasilnya si upik juga berada lebih rendah terhadap si badu. Tinggi rendahnya reliabilitas ini dapat di hitung dengan uji reliabilitias dan dinyatakan dengan koefisien reliabilitas.

Objectivitas
Instrumen evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subyektifitas pribadi dari si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh subyektifitas yang tidak bisa dihindari hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman tertama menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif.
Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang  keadaan Audience yang dinilai. Evaluasi yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang obyektif tentang keadaan audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan sangat mengganggu hasilnya.

Praktikabilitas
Sebuah intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki ciri : Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan  yang banyak dan memberi kebebasan kepada audience mengerjakan yang dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya artinya dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk yang jelas sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain.

Ekonomis
Pelaksanaan evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal tenaga yang banyak dan waktu yang lama.

Taraf Kesukaran
Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audience mempertinggi usaha memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini diberi simbul p yang dinyatakan dengan “Proporsi”.

Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut membedakan antara audience yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan Index Diskriminasi.
Aspek dan Dimensi Evaluasi Program

Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan serta dalam berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam (2003) menggolongkan sistem pendidikan atas empat dimensi, yaitu context, input, process, dan product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama CIPP model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut.

Sudjana dan Ibrahim (2004:246) menerjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna:
  1. Context, situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan, situasi ini merupakan faktor eksternal, seperti misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, dan pandangan hidup masyarakat,
  2. Input, sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan pendidikan, komponen input meliputi siswa, guru, desain, saran, dan fasilitas,
  3. Process, pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/bahan di dalam kegiatan nyata di lapangan, komponen proses meliputi kegiatan pembelajaran, pembimbingan, dan pelatihan,
  4. Product, hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem pendidikan yang bersangkutan, komponen produk meliputi pengetahuan, kemampuan, dan sikap (siswa dan lulusan).

Aspek yang dievaluasi dan prosedur pelaksanaan evaluasi model CIPP menurut Stufflebeam dalam Oliva (1992:491) seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Aspek dan Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Model CIPP

Context Evaluation
Input Evaluation
Process Evaluation
Product Evaluation
Obyek (sasaran)
Mendefinisikan operasional context, mengidentifikasi dan memperkirakan kebutuhan dan mendiagnosa masalah, memprediksi kebutuhan dan peluang
Mengidentifikasi dan memperkirakan kapabilitas sistem, strategi input yang sekarang tersedia, dan mendesain untuk implementasi strategi
Mengidentifikasi dan memperkirakan di dalam proses, tentang kerusakan di dalam desain prosedur atau implementasi, menyediakan informasi sebelum program diputuskan dan memperbaiki dokumen even prosedural dan aktivitas
Menghubungkan informasi outcomes dengan obyek dan informasi context, input, dan process
Metode
Mendeskripsikan context, membandingkan dengan yang sebenarnya dan mengawasi input dan output, membandingkan kemungkinan dan ketidakmungkinan sistem kerja, dan menganalisa penyebab ketidakmungkinan dan ketidaksesuaian kenyataan dengan tujuan (harapan)
Mendeskripsikan dan menganalisis SDM dan sumber daya material yang tersedia, solusi strategis, dan desain prosedur untuk relevansi, kemungkinan kegiatan yang dapat dilaksanakan, dan kebutuhan ekonomi dalam rangkaian kegiatan
Memonitoring setiap aktivitas yang berpotensi terdapat tantangan secara prosedural, dan memberikan tanda untuk antisipasi, untuk memperoleh informasi yang spesifik untuk memutuskan suatu program, dan mendeskripsikan proses yang aktual
Mendefinisikan operasional dan mengukur kriteria asosiasi dengan obyektif dan membandingkan hasil pengukuran dengan standar sebelum dilakukan antisipasi, dan menginterpretasi outcomes berdasarkan dokumen informasi context, input, dan process
Hubungan pengambilan keputusan dengan proses perubahan
Memutuskan dalam hal menyajikan perangkat, tujuan asosiasi, dengan mendiskusikan kebutuhan dan peluang, dan sasaran asosiasi untuk perubahan perencanaan kebutuhan
Memilih SDM sebagai pendukung, solusi strategis, dan desain prosedural untuk perubahan struktur kerja (aktivitas)
Untuk implementasi dan memperbaiki desain program dan prosedur untuk efektivitas proses kontrol
Untuk memutuskan dalam kegiatan secara kontinu, menghentikan (mengakhiri), modifikasi, mengatur kembali fokus perubahan aktivitas dengan tahapan materi yang lain dalam proses perubahan untuk mengatur kembali aktivitas perubahan

Level pertama (atau juga disebut sebagai Participant Reaction) adalah mengevaluasi efektivitas training dengan cara menanyakan kepuasan dari para peserta mengenai berbagai aspek pelatihan, misalnya kepuasan terhadap mutu materi, kualitas instruktur atau pun mutu tempat akomodasi pelatihan. Jadi dalam level ini yang jadi fokus pengukuran adalah kepuasan peserta pelatihan. Pengukuran semacam ini sudah lazim dilakukan oleh setiap penyelnggaran pelatihan.
Selanjutnya, dalam level kedua yang diukur adalah aspek pembelajaran para peserta - yakni apakah pengetahuan para peserta menjadi kian bertambah setelah mengikuti kegiatan training. Level kedua ini disebut juga sebagai level Learning. Evaluasi level kedua ini umumnya dilakukan dengan cara memberikan pre- dan post-test untuk menguji daya serap para peserta mengenai beragam materi yang telah diajarkan dalam proses pelatihan.

Level ketiga evaluasi bersifat lebih vital karena ia mengukur apakah materi pelatihan yang diajarkan telah diaplikasikan oleh para peserta dalam pekerjaan sehari-harinya. Level ketiga ini disebut juga sebagai Behavior Application. Jadi disini, dilihat apakah materi training memang benar-benar dipraktekkan untuk merubah perilaku para peserta menuju perilaku unggul yang diharapkan. Tak banyak perusahaan yang melakukan kegiatan evaluasi pada level ini - padahal aspek ini merupakan elemen yang sangat penting. Pengukuran level ini biasanya dilakukan enam bulan hingga satu tahun setelah proses pelatihan; dan difokuskan untuk melihat sejauh materi training memberikan dampak positif bagi perubahan perilaku dan peningkatan kinerja para peserta pelatihan.
Level pengukuran terakhir dari proses evaluasi training adalah mengukur apakah kegiatan training yang telah dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi kinerja perusahaan atau unit bisnis dimana para peserta bekerja. Level ini disebut juga sebagai Business Impact. Secara spesifik, fokus dari pengukuran pada level ini adalah melihat sejauh mana kontribusi kegiatan pelatihan terhadap kinerja bisnis. Misal, apakah setelah dilakukan training mengenai selling skills, terdapat peningkatan volume penjualan atau tidak. Atau juga setelah dilakukan training mengenai Quality Management, apakah terdapat penurunan yang signifikan terhadap jumlah produk cacat atau tidak.
Para pengelola training semestinya selalu melakukan evaluasi atas kegiatan training yang telah mereka selenggarakan - baik pada level 1 dan 2, dan juga yang lebih penting pengukuran pada level 3 dan 4. Sebab hanya dengan itulah, kita bisa yakin apakah anggaran training yang telah diinvestasikan benar-benar memberi value bagi kemajuan perusahaan.

Kesalahan – Kesalahan dalam Evaluasi Program

Apa yang dipermaslahkan dalam suatu kegiatan evaluasi program bisanya perlu dijelaskan terlebih dahulu dalam laporan evaluasi. Ini wajar dan dapat dimengerti sebab setiap evaluasi adalah untuk menjawab suatu permasalahan. Adanya kegiatan evaluasi dikarenakan adanya suatu masalah yang ingin dipecahkan melalui evaluasi yang dilaporkan itu.
Segi – segi mengenai masalah evaluasi bisa mencangkup beberapa hal, seperti bagaimana rumusan masalahnya, latar belakang mengenai masalha tersebut dipilaih untuk di evaluasi, apa tujuan yang ingin dicapai dengan mengevaluasi masalah tersebut, dan tujuan teori/ atau kepustakaan/ hasil – hasil evaluasi sebelumnya yang berkaitan dengan evaluasi tersebut.
Dalam laporan evaluasi kajian mengenai teori / kepustakaan / hasil – hasil evaluasi sebelumnya tidak dimaksudkan untuk merumuskan hipotesis. Hal ini dilakukan untuk menentukan asumsi – asumsi yang digunakan, ruang lingkup,evaluasi, dan batasan – batasan istilah / konsep yang digunakan. Dalam laporan evaluasi pun perlu disertai penjelasan tentang letak ( site ) tempat evaluasi diselenggarakan.

1 CoMmenT:

Unknown mengatakan...

Terimakasih pencerahannya, ini penting bagi pelaksana program apapun jenisnya. Apakah ada contoh laporan evaluasi yang baik, bisakah dishare? Terimakasih sebelumnya.

Posting Komentar